Badak Indonesia Kritis, Perlu Pendekatan Konservasi Baru

 

KataBali.com – Kamis, 22 September 2016 Dalam rangka memperingatan Hari Badak Dunia yang jatuh 22 September di Ujung Kulon, WWF berpartisipasi pada serangkaian acara peringataan tersebut yang diselenggarakan oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), dengan tema “Bersama Kita Bisa, Selamatkan Badak Jawa” yang dipusatkan di Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang. Acara peringatan hari badak dunia sekaligus penandatanganan deklarasi “Merayakan Keanekaragaman Hayati” turut dihadiri Bupati Pandeglang, Hj Irna Narulita.

Agenda konservasi Badak termasuk edukasi di sekolah-sekolah sekitar TNUK, Kota Pandeglang dan Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, yang dilaksanakan atas kerjasama dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Pemerintah Daerah Pandeglang, Yayasan Badak Indonesia, Yukindo, Himpunan Mahasiswa Lestari Alam (HIMALA) Universitas Mathla’ul Anwar, ALABAMA, AKSI, Pagar Kulon.

Bupati Pandeglang menyambut baik deklarasi dan peringatan hari badak Nasional yang di adakan Balai TNUK, LSM serta aktivis lingkungan hidup. Hj Irna Narulita mengajak seluruh masyarakat dunia usaha dan stakeholder yang hadir untuk turut berkontribusi terkait rencana konversasi Badak Jawa dan keanekaragaman Hayati. “Saya pernah berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas dengan penangkaran Badak yang dikelola dengan baik dan mudah-mudahan di Pandeglang terbentuk kepengurusan Javan Rhino Study and Conservation Area (JARISCA),” ungkapnya.

Ia berharap masyarakat Pandeglang masih bisa melihat Badak. Pun, bisa mengundang wisatawan dalam negeri serta mancanegara untuk melihat satwa liar badak bercula satu. Bupati Pandeglang tak lupa meminta dukungan seluruh pemangku kepentingan mendorong konservasi Badak Jawa yang kini hanya tinggal 63 individu. “Saya berharap semua empati mampu menjadi magnet bagi wisatawan untuk hadir, meningkatkan Pandeglang dan JARISCA menjadi kebanggaan kami,” tuturnya.

Dalam sambutannya, Kepala TNUK Mamat Rahmat mengatakan bahwa Ujung Kulon telah menjadi aset dunia. “Bersama kita bisa menyelamatkan keanekaragaman hayati khususnya Badak Jawa yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon, Insyaallah masyarakat dan Badak mesra, semua stakeholder, semua pihak baik pusat maupun daerah bersinergi menyelamatkan Badak beserta habitatnya, serta mensejahterakan masyarakat,” paparnya.

Selain Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus), nampaknya kondisi Badak Sumatera (Dicerorinus sumatranus) juga tak lebih baik. Badak Jawa menghadapi masalah keterbatasan luasan habitat untuk mengakomodir pertumbuhan populasinya. Selain itu pertumbuhan Langkap (Arenga obsitulia) yang sangat cepat sehingga telah menahan ketersediaan pakan Badak Jawa.

Berdasarkan data terakhir yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  jumlah Badak Jawa di habitat terakhirnya di kawasan TNUK sebanyak 63 individu. Sementara itu, Badak Sumatera diperkirakan hanya tersisa kurang dari 100 individu berdasarkan kesimpulan para ahli dalam pertemuan PHVA (Population and Habitat Viability Assessment) pada tahun 2015 lalu.

Untuk menyelamatkan Badak Sumatera yang  semakin kritis, perlu adanya pendekatan konservasi berbasis spesies seperti yang dilakukan pada Badak Jawa,” ujar Yuyun Kurniawan, Program Koordinator Proyek Ujung Kulon WWF-Indonesia. Meski jumlah populasi Badak Sumatera relatif lebih besar ketimbang populasi Badak Jawa, namun keberadaanya tersebar dalam sub-sub populasi yang kecil. Dengan demikian, peluang pertumbuhan populasi Badak Sumatera relatif lebih rendah dibandingkan dengan Badak Jawa. “Jika tidak dilakukan upaya-upaya proaktif untuk mengkonsolidasikan sub-sub populasi yang kecil tersebut, maka ancaman kepunahan lokal Badak Sumatera sangat mungkin terjadi,” pungkasnya.

Jumlah populasi Badak Jawa  pada tahun 1970 hanya ada 47 individu berdasar data WWF, kemudian  naik menjadi 51 individu pada tahun 1981.  Pada tahun 2014 dketahui jumlahnya 57 individu, dan tahun ini total 63 individu. Peningkatan jumlah individu ini membuktikan bahwa upaya konservasi berbasis spesies perlu dilakukan juga untuk meningkatkan populasi Badak Sumatera.

Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF Indonesia menegaskan bahwa upaya konservasi  Badak Sumatera di Indonesia harus dilakukan dengan mengedepankan inovasi baru. “Konservasi Badak Sumatera bisa dilakukan dengan mendorong program pembiakan semi alami yang lebih aktif. Mengingat populasinya di alam liar sangat kritis, maka perlindungan habitat saja tak cukup untuk menyelamatkan Badak Sumatera”. Arnold menambahkan, untuk Badak Jawa, manajemen habitat harus segera dilakukan dengan lebih agresif dengan langkah-langkah pengendalian invasive species Langkap.

Pemerintah Indonesia mencanangkan target pertumbuhan populasi sebesar 10% untuk 25 satwa dilindungi pada kurun waktu tahun 2015 – 2019, termasuk di dalamnya Badak Sumatera dan Badak Jawa. Untuk Badak Jawa, target ini hampir terpenuhi, sayangnya tidak untuk Badak Sumatera, yang junlah populasinya pada tahun 1974, diperkirakan antara 400-700 individu namun dlaam 10 tahun belakangan laju kehilangan populasinya mencapai 50 persen.  Bahkan di salah satu kantong populasinya di Kerinci Seblat, Badak Sumatera sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 2008.

Dalam rangka peringatan World Rhino Day, yang jatuh pada tanggal 22 September, WWF Indonesia mengadakan serangkaian acara, seperti di Ujung Kulon dan di Aceh. Di Aceh, perayaan dilakukan dengan mengadakan Global March for Rhino, di sekitar Mesjid Raya Baitul Rahman, Banda Aceh.

 

Lembar Fakta:

  1. Rendahnya populasi Badak Jawa disebabkan beberapa hal seperti tingkat reproduksi yang rendah, penurunan kualitas genetik, ancaman penyakit, ancaman ketersediaan pakan, persaingan ruang pakan dengan satwa lain (banteng), potensi bencana alam, dan perburuan.
  2. Saat ini populasi Badak Jawa berjumlah 63 individu dengan jumlah populasi jantan 36 dan 27 betina, dan hanya berada di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
  3. Tanggal 22 September 2010 WWF menginisiasi hari Badak Dunia. Indonesia merespon positif sinyal tersebut, terlebih saat hari badak dunia diperingati di Afrika Selatan. Akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2012 mencanangkan peringatan tahun Badak internasional di Indonesia
  4. Badak Jawa dan Badak Sumatera adalah mamalia besar yang keberadaannya terancam punah. International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) masuk dalam daftar merah IUCN untuk kategori kritis (critically endangered).
  5. Konservasi berbasis spesies adalah kegiatan konservasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan jenis tertentu yang ada di dalam ekosistem tersebut. Kegiatan ini lebih focus pada penyelamatan satwa tertentu yang statusnya sudah kritis atau punah secara local. (rls)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *