Golkan ‘’Kawasan Teluk Benoa’’ Tanpa Kata ‘’Suci’

KataBali.com – Upaya untuk menggolkan ‘’Keputusan Sabha Pandita’’ tentang Kawasan Teluk Benoa tanpa kata ‘’Suci’’, nampaknya belum berhenti. Setelah gerakan ‘’door to door’’ dua Sulinggih mendatangi Wakil Dharma Adhyaksa disoroti banyak pihak, kini yang bergerak adalah oknum Pengurus Harian di Parisada. Yang jadi target berikutnya adalah Ide Pedande Gde Panji Sogata dan Ide Pedande Gde Kerta Arsa, keduanya merupakan Wakil Dharma Adhyaksa di Sabha Pandita.

Sumber yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa, Ketut Wiana, yang dikenal sebagai ‘’konsultan PT TWBI’’ dan sangat mendukung ‘’Revitalisasi  Teluk Benoa’’, diketahui telah meminta waktu untuk bertemu Ide Pedande Panji Sogata buat penandatanganan Keputusan Pasamuhan Sabha Pandita tanggal 9 April 2016. Padahal, Dharma Adhyaksa telah menugaskan Sabha Walaka menyusun konsep Keputusan dimaksud, dan sudah rampung sepenuhya.

‘’Bila hal informasi itu benar,  siapa yang menugasi Pak Wiana melakukan hal itu? Sebab, menurut Anggaran Dasar, tugas itu merupakan domain Sabha Walaka, dan Dharma Adhyaksa sudah membuat penugasan untuk hal itu.

Apakah Pak Ketut Wiana mendapat mandat dari Sabha Pandita? Sejak kapan, dan siapa yang tanda tangan? Sebab, ketika dua Sulinggih Sabha Pandita diketahui ‘’door to door’ mencari tandatangan, sudah dipertanyakan, karena itu bukan tugas Sulinggih, dan juga tidak ada penugasan untuk itu? Ini ada apa, tumben merebut pekerjaan yang ditugaskan ke Sabha Walaka?” kata Wayan Sukayasa, ST, SH (red. Foto), yang merupakan Ketua PHDI Kabupten Badung.

Sukayasa menyebut sangat aneh, kok khusus dalam Keputusan tentang Kawasan Suci Teluk Benoa ini saja, ada pihak yang menjegal Sabha Walaka melaksanakan tugas dan mandat dari Dharma Adhyaksa.

Dalam masalah-masalah yang lain, Sabha Walaka selalu mengerjakan tugas dan tidak pernah ada ganjalan seperti sekarang. Ini ada kepentingan apa, kok sampai begini?’’ kata pria yang juga duduk sebagai Wakil Sekretaris di organisasi Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi Provinsi Bali ini.

Versi ‘’Keputusan Sabha Pandita’’ menyangkut Kawaan Teluk Benoa tanpa kata ‘’Suci’’ terungkap ketika dua Sulinggih, yakni Acarya Agni Yogananda dan Rsi Agni Jaya Mukti mendatangi Mpu Siwa Budha Daksa Darmita di Sukawati. Karena tidak di tempat, siangnya datang hanya Ida Rsi Agni Jaya Mukti untuk minta tandatangan Mpu Siwa Budha.

Mpu Siwa Budha tidak hanya menolak menandatangani, tetapi juga mempertanyakakan beberapa hal. Diantaranya, mengapa sampai Pandita yang turun ‘’door to door’’, padahal Dharma Adhyaksa sudah menugaskan Sabha Walaka untuk membuat konsep Keputusan, dan itu sesuai Anggaran Dasar Parisada.

Mengapa bunyi keputusan tentang Teluk Benoa hanya menyebut ‘’Kawasan Teluk Benoa’’ dan kata ‘’suci’’-nya tidak ada, padahal Pasamuhan Sabha Pandita yang dihadiri Sulinggih dan puluhan umat yang ikut memantau, bisa bersaksi, bahwa keputusannya adalah KAWASAN SUCI TELUK BENOA.

Achyarya Yogananda belakangan berkilah, tidak ada keputusan yang menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci. Tetapi, yang ada dari masukan Tim 9, katanya, di Teluk Benoa ada Kawasan Suci dan Tempat Suci, yang ia sebut jumlahnya tidak 70 saja, tetapi ratusan. Argumen Achyarya Yogananda ini dinilai membingungkan umat, karena terkesan bolak-balik.

Namun, para tokoh seperti Prof. Dr. Made Bakta, Prof. Dr. Ketut Rahyuda, Ir. AA Suryawan Wiranatha, Ir. Made Suryawan MCA, Mangku Suteja, Made Mandra, dan lain-lain, bersedia bersaksi, bahwa ending dari usulan para Sulinggih itu adalah kesepakatan memutuskan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci. Yang didrop dari usulan yang muncul adalah, permintaan agar Parisada tegas menolak reklamasi, karena Teluk Benoa Kawasan Suci.(PW)

 

 

 

 

 

 

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *