Yonda Bendesa Adat Tanjung Benoa Dilimpahkan dari Polda Bali ke Kejari Ditahan di Lapas

KataBali.com – Tersangka dugaan pengrusakan mangrove dan reklamasi liar di Pantai Barat Kelurahan Tanjung Benoa, I Made Wijaya, SE alias ‘Yonda’ beserta lima orang lainnya dilimpahkan dari Polda Bali ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Jumat (14/10/2017).

 

Proses pelimpahan Yonda selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa yang juga anggota DPRD Badung yang menjadi pusat perhatian ini tentu saja dalam pengawalan ketat pihak kepolisian.

 

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus, AKBP Ruddi Setiawan menyatakan bahwa membutuhkan waktu selama empat bulan hingga penanganan kasus Yonda memasuki tahap dua atau P21.

 

“Kita melimpahkan tahap dua kasus yang dilakukan bendesa adat Tanjung Benoa tanpa izin di kawasan konservasi Taman Tahura dengan melakukan pengurukan atau perluasan Ini adalah reklamasi ilegal,” ucapnya di Mapolda Bali, Denpasar.

 

Selain Yonda, lima orang tersangka lainnya juga ikut serta dalam kegiatan tersebut bersama Yonda. Mereka berperan dalam menyiapkan dana dan selanjutnya apabila reklamasi liar tersebut rampung maka para tersangka akan melakukan kegiatan komersil di atas lahan tersebut.

 

Mantan Kapolres Badung ini menegaskan bahwa semua kegiatan di atas kawasan konservasi harus ada izinnya. Sedangkan apa yang dilakukan para tersangka tidak mengantongi izin dari pihak Kehutanan.

 

“Lima orang lain ikut serta dalam reklamasi ilegal tadi itu. Lima orang itu yang menyiapkan dana. Kalau kegiatan reklamasi ilegal tadi jadi nanti mereka akan melakukan kegiatan untuk komersial,” ungkapnya.

 

Ruddi Setiawan menjelaskan, kasus ini berawal adanya pengaduan masyarakat dari Forum Peduli Mangrove  (FPM) Bali tanggal 18 Februari 2017 bahwa adanya dugaan kegiatan ilegal di kawasan Tahura Tanjung Benoa.

 

Selanjutnya, tanggal 22 Februari polisi melaksanakan penyelidikan dengan mengecek ke TKP dan melalukan klarifikasi terhadap saksi – saksi dan dinas terkait, membenarkan bahwa telah terjadi pengerusakan Tahura di TKP.

Sementara pada tanggal 8 Maret, dilakukan gelar perkara pertama dengan kesimpulan perkara tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan.

“Sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi sebanyak lima orang, yaitu ahli pemetaan, ahli KSDA, ahli hukum pidana, ahli hukum adat dan ahli kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI,” terangnya.

Dari keterangan para saksi ahli tersebut, polisi kembali melakukan gelar perkara dengan kesimpulan Yonda beserta lima orang lainnya, I Made Marna, I Made Dwi Widnyana, I Made Suartha, I Made Mentara dan I Ketut Sukada ditingkatkan menjadi tersangka dengan berkas perkara displitsing.

 

Selanjutnya dilakukan tahap satu berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Bali dan pada tanggal 7 September berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh JPU Kejaksaan Tinggi Bali.

 

“Sekarang, banyak sekali masyarakat yang demo tolak reklamasi. Tetapi yang melalukan reklamasi tanpa izin di kawasan Tahura juga harus kita tolak. Kalau ada yang melakukan aktifitas apapun di kawasan Tahura tanpa izin dari pemerintah, akan kita tindak,” tegas Ruddi Setiawan.

 

Untuk memperlancar dan mempermuda proses pelimpahan, mengingat Yonda sering keluar daerah sehingga pada tanggal 25 September, polisi menahan Yonda di Rutan Mapolda Bali. Sementara lima orang tersangka lainnya dilakukan penahanan dua hari kemudian.

 

“Alasan kita melakukan penahanan karena khawatir tersangka akan kabur, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti. Selain itu, untuk diketahui juga bahwa Yonda yang juga anggota DPRD ini diduga terlibat kasus pungli yang saat ini ditangani oleh Dit Reskrimum, sehingga untuk mempermudah pemeriksaan kita lakukan penahanan. Dan hari ini proses tahap duanya atau pelimpahan,” jelasnya.

 

Sementara Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Denpasar, Ketut Maha Agus mengatakan, dengan dilimpahkan berkas, barang bukti, dan tersangka maka penahanan 6 tersangka sudah menjadi tanggungjawab Kejari Denpasar.

 

Dalam menangani perkara ini, ada 6 jaksa yang akan menyidangkan, yakni Martinus T. Suluh, Eddy Arta Wijaya, Edwin Ignatius Beslar, Suhadi, Nunik Nurlaeli, dan Nyoman Bela Putra Atmaja. “Proses administrasi ke enam tersangka sudah selesai, dan dalam waktu dekat kami limpahkan ke pengadilan untuk nantinya segera disidangkan,” katanya.

 

Seusai melakukan proses adminitrasi selama 2 jam di kantor Kejari Denpasar, para tersangka kemudian dibawa ke Lapas II A Kerobokan untuk ditahan. Penahanan ini dilakukan karena dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana.

 

“Keenam tersangka ini dijerat dengan pasal berlapis yakin pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 33 ayat 3 Jo UU RI No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (KSDA-E), dan Pasal 12 huruf C UU RI No.18 tahun 2013 tentang pencengahan dan pemberatan perusakan hutan (P3H) Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” urainya.

 

Seperti diketahui, Kasus ini berawal dari temuan pihak Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali adanya reklamasi liar di pesisir barat pantai Tanjung Benoa. Lantaran kawasan tersebut merupakan lahan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai, sehingga FPM Bali melaporkan kasus tersebut ke Mapolda Bali.

 

Yonda selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa memberikan surat kuasa kepada beberapa orang warganya untuk melakukan reklamasi liar itu, termasuk penebangan pohon mangrove sebagai akses jalan kendaraan proyek menuju pantai. Setelah dilakukan penyelidikan selama empat bulan, polisi akhirnya menetapkan Yonda sebagai tersangka.(kbb)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *